Pada proses persalinan sesar adalah pendarahan yang merupakan salah satu risiko yang dianggap paling utama dan berbahaya. Kemungkinan terjadinya pendarahan sangat besar. Memang dokter yang melakukan pembedahan adalah ahlinya, tapi bisa saja kemungkinan pendarahan terjadi. Jika si ibu punya gangguan pembekuan darah, misal hingga saat dinding rahim dan perut dipotong, darah tak bisa membeku lagi. Bisa juga letak bayi tertentu, misal si bayi tadinya diharapkan lewat persalinan normal tapi mengalami kemacetan / distosia, hingga bayi sudah masuk ke rongga panggul tapi tak bisa keluar, maju tak bisa, mundurpun tak bisa. Nah, saat diambil ini bisa saja terjadi perlukaan di leher rahim hingga timbul pendarahan. Tak cuma itu, bila dokternya ceroboh, si bayi juga bisa terluka karena terkena sayatan pisau bedah.
Jika pendarahan tidak terjadi pada saat operasi, setelah operasipun masih memiliki kemungkinan terjadinya pendarahan. Bila gilirannya rahim berkontraksi untuk mengempiskan perut ternyata tak mau berkontraksi maka yang terjadi adalah pendarahan. Rahim tidak mau berkontraksi bisa karena bayinya besar atau ada mioma.
Pada saat pendarahan akibat adanya arteri yang robek, maka arteri harus dijepit atau dijahit. Bila masih terjadi pendarahan maka jalan terakhir yang harus dilakukan adalah pengangkatan rahim.
Persalinan Sesar Merugikan Janin
Risiko Bedah sesar juga dapat merugikan janin jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misal, waktu operasi ternyata berlangsung terlalu lama. Akibatnya anestesi yang semula hanya ditujukan buat si ibu, bisa mempengaruhi janin hingga bayi yang dilahirkan tak langsung menangis. Padahal keterlambatan ini bisa menyebabkan kelainan hemodinamika (berhubungan dengan sirkulasi darah). Kondisi ini akan berpengaruh pada skor Apgar, yaitu penilaian terhadap kemampuan adaptasi bayi dengan lingkungan barunya.
Yang sering terjadi pada persalinan sesar, terutama pada saat persalinan sesar atas permintaan adalah bayi terlalu muda untuk dilahirka sehingga paru-parunya belum matang. Hal ini terjadi biasanya ada orang tua yang meminta bayi dilahirkan pada jam sekian, tanggal sekian, sehingga bayi yang dilahirkan belum cukup umur. Hal ini bisa saja terjadi akibat perhitungan dokter yang salah, entah karena alat USG yang tidak optimal atau ia salah melihat. Pada saat di dilihat di USG sepertinya paru-parunya sudah matang, padahal setelah keluar ternyata belum matang.
Yang sering terjadi pada persalinan sesar, terutama pada saat persalinan sesar atas permintaan adalah bayi terlalu muda untuk dilahirka sehingga paru-parunya belum matang. Hal ini terjadi biasanya ada orang tua yang meminta bayi dilahirkan pada jam sekian, tanggal sekian, sehingga bayi yang dilahirkan belum cukup umur. Hal ini bisa saja terjadi akibat perhitungan dokter yang salah, entah karena alat USG yang tidak optimal atau ia salah melihat. Pada saat di dilihat di USG sepertinya paru-parunya sudah matang, padahal setelah keluar ternyata belum matang.
1. Risiko Pembiusan
Pembiusan pada proses persalinan bisa menyebabkan komplikasi akibat pasien alergi atau sakit kepala bagi yang tak tahan obat-obatan bius. Untuk alergi, biasanya sudah diadaptasi sebelumnhya dengan obat-obatan anti alergi yang diberikan oleh dokter anestesinya. Pusing dan sakit kepala terjadi jika si ibu bangun dari tempat tidurnya sebelum waktu 24 jam setelah pembiusan spinal yang melalui cairan sumsum belakang dilakukan. Sebab dengan ia bangun maka akan menyebabkan cairan yang ada di sumsum tulang belakang sampai ke otak. Akibatnya ia jadi pusing dan sakit kepala.
2. Risiko Akibat Ada Banyak Lapisan yang dijahit
Ada 7 lapis yang dijahit pada persalinan sesar. Umumnya teknik bedah sesar yang dilakukan saat ini berupa insisi Pfannenstiehi di kulit perut, yaitu sayatan melintang kira-kira 2 cm di atas tulang kemaluan di perut bagian bawah sepanjang 10 cm. Teknik sayatan Pfannenstiehl pengerjaannya lebih sulit, hingga menuntut keterampilan tingkat tinggi dari dokter kebidanan yang menangani. Meski semua dokter kebidanan mestinya bisa melakukannya. Kesulitan berikut adalah posisi sayatan yang dekat dengan kandung kemih, hingga bukan tak mungkin dapat menimbulkan cidera.
Menutup luka sesar harus dilakukan lapis per lapis karena setiap jaringan pasti memiliki pasangannya. Dalam arti, jaringan otot harus bertemu dengan jaringan otot, jaringan lemak harus bertemu dengan jaringan lemak, demikian seterusnya. Lapisan yang harus dibuka dan ditutup kembali sebanyak 7 lapisan, yakni lapisan kulit, lemak, fascia/jaringan penunjang, otot, selaput perut/peritonium, vesika yang memisahkan kandung kencing dari rahim, serta otot rahim itu sendiri.
3. Risiko Sesar Kedua dan Seterusnya Lebih Nyeri
Sesar kedua dan seterusnya terasa lebih nyeri karena disebabkan jaringan yang sudah dirusak tak akan pernah kembali optimal seperti semula. Contoh pada lapisan kulit, jaringan kulit mempunyai jutaan serabut syaraf ikut terputus. Dokter ahli bedah hanya akan menyambung beberapa syaraf besar, sedangkan saraf-saraf kecil dibiarkan mencari sambungannya sendiri. Dan pemulihan dibutuhkan waktu yang panjang.
4. Risiko Nyeri Berkepanjangan
Sebenarnya melahirkan normal jauh lebih menguntungkan karena nyaris tanpa rasa nyeri akibat tindakan medis, termasuk penjahitan (menurut saya pribadi : Tuhan telah mengatur semuanya sempurna). Untuk anak kedua dan seterusnya karena daerah kerampang atau perineum sudah demikian lentur. Kalaupun harus dipaksa dijahit, biasanya lantaran perineum terlalu pendek dan kaku yang bila didiamkan malah akan robek berantakan. Bedah sesar, nyerinya jauh lebih menyiksa bahkan masih kerap terasa nyeri setelah luka operasi sembuh. Jadi siapa yang bilang melahirkan lewat sesar lebih enak?
5. Risiko Dampak Pisikologis bagi sang Ibu
Nyeri berkepanjangan yang ditimbulkan oleh persalinan sesar dapat membawa dampak psikologis bagi sang ibu.
Baca juga kondisi ibu setelah melahirkan
No comments:
Post a Comment